POLEWALI MANDAR — Sejumlah warga penggarap memasang pagar di area pembangunan Perumahan Bintang Regency, Polewali Mandar, sebagai bentuk protes dan tuntutan ganti rugi tanaman yang diduga rusak akibat aktivitas pembangunan perumahan pihak PT Karya Baru Tinumbu serta PT Ersy Bintang Gemilang.
Salah satu penggarap, Saida, menegaskan bahwa tuntutannya hanya terkait kerusakan tanaman, bukan persoalan kepemilikan lahan.
“Yang saya tuntut itu ganti rugi tanaman saya, bukan tanahnya. Tanah bukan urusan saya,” kata Saida.
Ia menyebut lahan yang digarap sejak 2019–2020 itu ditanami pisang, sayuran, dan tanaman bumbu. Saida mengaku meminta ganti rugi Rp100 juta, namun pihak perusahaan hanya mengirimkan Rp3 juta sehingga ia menolak.
Warga lainnya, Hamma Ati, menyampaikan tuntutan lebih besar. Ia mengklaim menggarap lahan itu sejak 2005 berdasarkan surat kuasa dari seseorang bernama A. Syamsul, yang disebut sebagai perwakilan perusahaan pada masa itu. Hamma meminta ganti rugi Rp300 juta untuk sekitar 50 pohon cokelat yang ia tanam.

“Saya minta tiga ratus juta. Kalau sudah diganti rugi, saya keluar,” ujar Hamma.
Di sisi lain, Kuasa Hukum pengembang Perumahan Bintang Regency, Sukriwandi, menilai tindakan pemagaran sebagai pelanggaran hukum. Ia menegaskan bahwa lahan lokasi proyek berada di atas Hak Guna Bangunan (HGB) resmi milik perusahaan.
“Apa yang mereka lakukan itu pelanggaran. Mereka memagari lahan yang bukan miliknya,” kata Sukri saat ditemui di lokasi.
Menurut Sukri, pihak perusahaan sejak awal bersedia memberikan ganti rugi tanaman. Dari enam penggarap, empat di antaranya sudah menerima pembayaran. Dua penggarap lainnya Saida dan Hamma belum sepakat karena nilai tuntutan disebut tidak wajar.
“Permintaan mereka tidak wajar. Ada yang minta Rp100 juta, ada yang minta Rp300 juta. Ini sudah seperti pemerasan,” ujarnya.
Sukri menyampaikan bahwa laporan warga ke Polda sebelumnya tidak berlanjut karena mereka dinilai tidak memiliki alas hak atau dokumen kepemilikan sah atas lahan tersebut.
“Kami memiliki HGB. Mereka hanya menanam di atas lahan kami tanpa alas hak,” katanya.
Ia menambahkan, perusahaan telah menghitung besaran ganti rugi tanaman berdasarkan jenis dan kondisi di lapangan, tetapi ditolak oleh penggarap.
“Sudah kami hitungkan biaya penggantian per pohon. Namun mereka tidak menerima,” ucapnya.
Sebelum penertiban dilakukan, perusahaan mengaku telah mengirimkan dua kali somasi agar warga membongkar bangunan dan meninggalkan lokasi, tetapi tidak diindahkan.
Terkait pemagaran yang menghambat aktivitas pembangunan, pihak perusahaan kini mempertimbangkan langkah hukum.
“Kita lihat nanti apakah akan kami laporkan. Jalur hukum bisa saja kami ambil,” kata Sukriwandi.






