Perjuangan Tujuh Anak Yatim Bertahan Hidup Ditengah Keterbatasan

Gambar, Rahmiati bersama dua adiknya yang masih aktif sekolah meski serba kekurangan dan kerap kehabisan beras.

Polewali Mandar – Di balik bangunan sederhana di sudut permukiman Lingkungan Kiri-kiri, Kelurahan Darman, Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, tujuh anak yatim piatu hidup dalam keterbatasan.

Mereka adalah saudara kandung, yang kini hanya bisa berharap pada kiriman tak menentu dari sang ayah yang bekerja sebagai buruh tani di luar daerah.

Salah satu dari mereka, Rahmiati, masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (MTs) Ma’arif. Di usianya yang masih belia, Rahmiati memikul tanggung jawab besar, menjaga adik-adiknya, bertahan hidup, dan tetap bersekolah meski perut sering kosong.

“Kalau beras habis, biasa pinjam ke tetangga. Diganti nanti kalau bapak kirim uang,” kata Rahmiati, Rabu (21/5/2025).

Dua tahun lalu, ibu mereka meninggal dunia. Sejak itu, ketujuh bersaudara ini tak punya tempat tinggal tetap. Mereka kini hanya menumpang di rumah milik seorang kerabat tetangga. Rumah itu bukan milik keluarga mereka, tidak ada kontrak sewa, hanya tumpangan belas kasih dan uang listrik.

“Kami tujuh bersaudara tinggal di sini. Tidak ada rumah sendiri,” ucapnya lirih.

Ayah mereka merantau untuk mencari nafkah, namun penghasilannya tak menentu. Kiriman uang sering kali datang terlambat. Di saat itulah mereka harus bertahan dengan apa adanya, bahkan kadang mengandalkan pinjaman beras dari tetangga.

Meski hidup dalam keterbatasan, semangat mereka untuk sekolah tak pernah surut. Tiga dari tujuh bersaudara masih aktif menempuh pendidikan dan sangat berharap ada uluran tangan agar tak terpaksa putus sekolah.

“Harapannya semoga kami bertujuh bisa dibantu supaya tetap bisa sekolah,” ujar Rahmiati penuh harap.

Saat ini, mereka tidak hanya hidup dalam kemiskinan, tapi juga dalam ketidakpastian. Bahkan di kampung halaman pun, mereka tak memiliki rumah. Satu-satunya tempat berteduh adalah rumah tumpangan yang bisa saja sewaktu-waktu diminta kembali.

Kisah Rahmiati dan saudara-saudaranya mencerminkan wajah lain dari kehidupan anak-anak Indonesia. Di tengah kekurangan, mereka tetap menggenggam harapan dan percaya bahwa pendidikan bisa menjadi jalan keluar dari jerat kemiskinan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *