Mamuju – Kecaman tajam datang dari komunitas Tarrare terhadap manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Regional Sulbar, menyusul meninggalnya Hendra (40), sopir pejabat Pemprov Sulawesi Barat, yang diduga tak mendapatkan penanganan medis saat dalam kondisi kritis.
Peristiwa yang terjadi pada Senin, 21 April 2025. Hendra mengalami kecelakaan di kawasan Salupangi, Jalur Trans Sulawesi. Ia dilarikan ke RS Regional Mamuju, namun pihak rumah sakit disebut menolak memberikan pertolongan dengan dalih ruang IGD dan bed pasien penuh.
“Saudara kami dibiarkan tergeletak di atas mobil pick-up dalam kondisi pendarahan hebat di paha. Tidak ada tindakan penyelamatan, tidak ada pertolongan pertama. Hanya kata: ruang penuh,” kata Guntur Kade, Ketua Tarrare Community, dalam pernyataan tertulis, Selasa (23/4/2025).
Kade menilai, penolakan tersebut melanggar prinsip dasar pelayanan kesehatan dan hak pasien gawat darurat yang dijamin undang-undang.
Ia menyinggung Pasal 190 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mengancam pidana dua tahun dan/atau denda Rp 200 juta bagi institusi medis yang menolak pasien gawat darurat.
“Jangan berdalih SOP. Ini soal nyawa manusia. Saat orang datang dalam kondisi sekarat, tugas rumah sakit adalah menyelamatkan, bukan sibuk mencari alasan,” ujar Guntur Kade.
Ia juga meminta pihak RS menghentikan manuver klarifikasi yang menurutnya justru memancing kemarahan publik dan keluarga korban.
Dalam pernyataan resminya, Tarrare Community mendesak Gubernur Sulbar mengevaluasi total manajemen RS Regional Mamuju. Bukan hanya tenaga medis, tapi juga pucuk pimpinan rumah sakit.
“Kami minta perawat, dokter jaga, hingga direktur rumah sakit dimintai pertanggungjawaban. Jangan sampai ada Hendra-Hendra lain yang kehilangan nyawa hanya karena sistem layanan kesehatan yang gagal fungsi,” Tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak RS Regional Mamuju belum memberikan tanggapan resmi atas tudingan tersebut.